Ada yang baru dari May Day kali ini, yakni: rencana deklarasi pembangunan partai politik baru dari kaum buruh. Beberapa hari yang lalu, Gerakan Buruh Indonesia (GBI) yang merupakan gabungan dari KSPSI, KSBSI, KSPI, KP-KPBI dan LMND telah menyatakan sikapnya untuk membangun partai politik.
Benar bahwa buruh harus mulai bergerak pada level perjuangan politik. Tidak bisa sekedar perjuangan ekonomi. Sebab, perjuangan politik kaum buruh dan rakyat bukan hanya berupaya merubah perimbangan kekuatan antara kelompok-kelompok elit di satu sisi dan kaum buruh dan rakyat pada sisi lain. Atau, merubah beberapa kebijakan yang lebih menguntungkan bagi kebebasan politik dan kesejahteraan kaum buruh dan rakyat. Lebih jauh lagi, bahwa hanya perjuangan politik kaum buruh dan rakyat lah yang bisa membebaskan buruh dan rakyat itu sendiri, sebagai kelompok masyarakat yang tertindas, maupun membebaskan Bangsanya dari kekejian sistem ekonomi politik Kapitalisme, serta kebengisan militerisme di negeri ini yang menghambat kebebasan politik.
Namun, untuk menilai apakah rencana membangun partai tersebut layak diapresiasi, dan selanjutnya di dukung secara politik maupun organisasi, ada baiknya menilai “track record” atau rekam jejak sejarah dari 3 konfederasi penting dari konsolidasi tersebut (KSPSI, KSPI dan KSBSI), agar kita dapat menilainya secara utuh.
Pertama, ketiga konfederasi tersebut pada pemilu legislatif lalu menggunakan taktik masuk ke partai-partai elit yang ada dan menempatkan perangkat serikatnya sebagai calon legislatif. Namun, ternyata taktik tersebut ternyata gagal. Dari basis buruh, Bekasi, hanya 3 calon yang masuk menjadi anggota parlemen daerah.
Kedua, pada pemilu Presiden, ketiga konfederasi yang pada 3 tahun lalu ini sempat membentuk Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI), mendukung calon Presiden yang berbeda. KSBSI dan KSPSI mendukung Jokowi-JK/KIH. Sedangkan, KSPI dibawah Said Ikbal, mendukung Prabowo-Hatta/KMP. Bahkan hingga saat ini tidak ada penarikan dukungan dari masing-masing pimpinan Konfederasi besar tersebut terhadap Jokowi maupun Prabowo.
Dari sini saja sudah mulai muncul pertanyaan. Mungkinkah ada Partai Baru dan apalagi Partai Alternatif/tandingan yang akan lahir dari inisiasi tersebut?
Ketiga, MPBI yang pada 2013 tidak aktif. Kemudian diaktifkan kembali menjelang Mogok Nasional 3, dan faktanya pada “mogok nasional” III gagal. KSPSI dan KSPI berpisah kembali. Terutama, setelah Jokowi menelepon Presiden KSPSI, Andi Gani, saat Jokowi melawat China.
Keempat, sebagai pendukung Jokowi-JK pada pemilu lalu, KSBSI dan KSPSI jelas tak mendapatkan “jatah”kekuasaan yang berarti. Posisi Menteri Tenaga Kerja diberikan pada orang lain, yang tak memiliki kaitan apapun dengan serikat buruh. Disisi lain, KSPI yang dipimpin Said Ikbal ini berupaya menempatkan Prabowo/KMP sebagai kekuatan politik yang didukungnya sebagai Alternatif dari Pemerintahan Jokowi. Hal ini terbukti dengan bagaimana KSPI tak pernah mengkritik kebijakan KMP di Parlememen yang berakibat pada penyempitan demokrasi.
Jika evaluasi dan kritik saat menempatkan anggota atau perangkat sebagai kandidat di partai-partai elit tidak pernah dilakukan. Jika evaluasi serta kritik saat mendukung Jokowi-JK atau Prabowo-Hatta tidak pernah ditegaskan. Bahkan tak pernah menyatakan mencabut dukungan terhadap kedua faksi elit borjuasi tersebut. Maka, adalah lumrah dan logis pertanyaan, MOTIF POLITIK apakah yang terkandung dalam inisiasi Partai Buruh (Baru) tersebut? Bukan kah, Andi Gani, sedang mempertontonkan “siasat” posisi tawar dihadapan Jokowi-JK,yang tak memberikannya “roti” kekuasaan? Bukan kah, siasat, KSPI dibawah Said Ikbal, hendak menarik elemen mana pun menjadi barisan yang menguntungkan bagi upaya menjadikan Prabowo sebagai alternatif dari Jokowi? Selanjutnya, apakah apakah partai buruh tersebut hanya menambah deretan partai baru atau Partai Tandingan (alternatif)?
Masalah KitaKaum Buruh dan Rakyat Indonesia dan pada umumnya di berbagai belahan dunia lain, menghadapi masalah yang sama: di hisap dan di lumpuhkan.
Di negeri kita, kekayaan alam dinikmati oleh 1% orang kaya dunia. Bahan-bahan tambang, hasil kekayaan laut baik ikan maupun minyak, Perkebunan dan hasil-hasil hutan dibawa ke negeri-negeri kaya sebagai bahan mentah (raw material). Dan selanjutnya di rakit, dan diselesaikan dinegeri-negeri lainnya.
Kaum Buruh kita mengerjakan pengolahan bahan mentah, atau perakitan, atau menjadi bagian sederhana dari rantai produksi kapitalisme global. Kaum Buruh kita menjual tenaga kerjanya dengan di bayar murah. Tak hanya itu. Status kerjanya pun tak jelas. Rawan di PHK. Banyak diantaranya tak mendapatkan tunjangan kerja, tunjangan kesehatan, tunjangan masa tua, bahkan pesangon apabila di pecat. Segalanya akan dilakukan oleh Sistem Kapitalisme guna memperkecil biaya produksi dan memperbesar profit dengan menekan sebesar-besarnya pengeluaran yang diberikan kepada para pekerja.
Begitu pula petani dan nelayan kita, menjadi barisan paling depan dari hulu industri kapitalisme. Mereka mensuplai bahan-bahan mentah seperti coklat, kopi, ikan, tembakau, mutiara, kerang, dan sebagainya.
Barang-barang mentah yang kita produksi itu. Selanjutnya hadir kembali di pasar negeri kita menjadi barang-barang bermerk luar negeri dari perusahaan-perusahaan terkenal. Dan kita pun tak sanggup membelinya, selain dengan cara kredit selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun.
Ya, ini lah yang dinamakan: IMPERIALISME.
Lalu apa yang dilakukan oleh Elit kita? Kalau ada yang mengatakan kita sebaiknya bersatu dengan elit-elit politik kita untuk menghadapi Imperialisme, katakan saja omong kosong!.
Sejak tahun 1967 (masa Orde Baru) hingga hari ini, yang memberikan “Karpet Merah” bagi Imperialisme untuk masuk mengeksploitasi alam dan manusia negeri ini, menjadikan negeri ini sebagai pasar barang dagangan mereka, tentu saja elit-elit politik negeri ini.
Atau kongkretnya, elit-elit negeri ini lah yang mencabut subsidi energi (BBM, Listrik dan gas), menjual aset-aset Negara, mencabut subsidi pendidikan dan kesehatan, mencabut subsidi pupuk dan kebutuhan pokok lainnya, atas nama pasar bebas. Pasar Bebas untuk siapa? Tentu bukan untuk kita yang miskin dan dilumpuhkan ini, melainkan agar barang-barang dagangan kapitalisme internasional bisa masuk, agar eksploitasi alam dan manusia bisa tambah leluasa.
Politik Tandingan!
Yang kita butuhkan adalah alternatif. Alternatif terhadap apa? alternatif sistem yang berjalan selama ini. Alternatif dari sistem yang menindas dan melumpuhkan kaum buruh dan rakyat di satu sisi dan memperkaya kaum kaya di sisi lain. Alternatif dari sistem Kapitalisme dan Imperialisme. Alternatif yang hendak menyelamatkan manusia dan kemanusiannya serta alam berserta kehidupan dan kekayaannya yang telah dirusak oleh tuan kapitalis dan kapitalisme.
Oleh karena itu, alat politik yang kita bangun bukan lah sekedar Partai Politik Buruh. Melainkan Partai Politik bagi Kaum Buruh dan Rakyat. Dan bukan sekedar Partai “Baru”. Yang tak ada bedanya dengan partai-partai penipu rakyat yang ada di parlemen. Dan bukan Partai yang programnya tak berangkat dari masalah buruh dan rakyat, dan metode perjuangannya bukan metode perjuangan yang meningkatkan kekuatan politik rakyat serta kepercayaan dirinya, sebab musuh kaum buruh dan rakyat, sangat lah besar: Imperialisme dan kaki tangannya di negeri ini (Elit Politik maupun apparatus kekerasan).
Partai ini harus lah menjadi Partai alternatif, Partai Tandingan. Tandingan terhadap sistem kapitalisme. Tandingan terhadap Jokowi-JK/KIH. Tandingan terhadap Prabowo/KMP. Maka dari itu, kekuatan politik tandingan ini tak bisa di kooptasi oleh KIH atau KMP, apalagi oleh Kapitalisme Internasional. Partai ini harus lah Mandiri. Radikal dalam Program dan Metode Perjuanga. Demokratis dalam Politik dan Keorganisasiannya.
Dan terhadap siapapun yang hendak membangun Partai, kami mengapresiasinya. Namun, sekali lagi kami akan menyerukan: Bukan Partai “Baru” tapi Partai Alternatif/Tandingan! Bukan pada Jokowi/KIH dan Prabowo/KMP tapi pada Kekuatan Tandingan (Persatuan Buruh dan Rakyat) untuk merubah Dunia menjadi lebih baik!
Ditulis untuk Selebaran Pusat Perlawanan Rakyat Indonesia pada 1 Mei 2015