Oleh Michael Chossudovsky
Sebelum keruntuhan finansial di tahun 1998 (“September Hitam”), ekonomi dunia bisa dikatakan berhasil mencapai booming dengan dorongan reformasi “pasar bebas”.
Tanpa perdebatan dan diskusi, yang disebut “bunyi kebijakan ekonomi makro”–yang artinya kumpulan keseluruhan nada dalam rencana penghematan anggaran belanja, deregulasi, memperkecil skala bisnis (terutama rasionalisasi tenaga kerja), dan privatisasi–terus menerus digembar-gemborkan sebagai kunci kesuksesan ekonomi dan pengentasan (pengurangan) kemiskinan. Akibatnya, dengan otoritas penuh, baik Bank Dunia maupun United Nations Development Program (UNDP) menegaskan kembali bahwa pertumbuhan ekonomi di akhir abad ke-20 telah ikut memberi sumbangan pada pengentasan tingkat kemiskinan dunia. Menurut UNDP, “Upaya pengentasan kemiskinan di akhir abad ke-20 mencapai kemajuan yang luar biasa dan belum pernah terjadi… Indikator kunci dalam pembangunan manusia telah meningkat kuat.” (2)
Perkembangan tingkat kemiskinan global, yang diakibatkan oleh reformasi ekonomi makro, biasanya tidak bisa diterima oleh pemerintahan negara-negara G7 dan lembaga-lembaga internasional (termasuk Bank Dunia dan IMF); realitas sosial nya disembunyikan, angka statistik resmi dimanipulasi, konsep-konsep ekonomi diputarbalikkan.
Kerangka kerja Bank Dunia dengan sengaja menyimpang dari semua konsep dan prosedur (mapan) dalam mengukur kemiskinan–contohnya seperti yang biasanya dibuat oleh Biro Sensus AmerikaSerikat atau PBB). (3) Mereka, dengan sewenang-wenang, mengatur suatu “standar kemiskinan” dengan tolak ukur: berpendapatan per kapita satu dolar per hari; kemudian (bahkan tanpa pengukuran), diputuskan bahwa kelompok populasi dengan pendapatan per kapita di atas satu dolar per hari “tidak lah miskin”.
Metodologi Bank Dunia dengan baik sekali mengurangi catatan kemiskinan tanpa butuh mengumpulkan data level-negara. Penilaian subjektif dan bias tersebut disuguhkan–masing-masing–dengan tidak mencerminkan kondisi yang nyata (sebenarnya) pada tingkatan negara. (4) Prosedur satu dolar sehari adalah tak masuk akal: terdapat bukti-bukti yang cukup meyakinkan bahwa populasi dengan pendapatan perkapita dua, tiga atau bahkan lima dolar per hari tetap ditemukan miskin–
tidak mampu memenuhi pengeluaran paling mendasar untuk makanan, pakaian, perlindungan, kesehatan dan pendidikan, sekali pun.
Manipulasi Aritmatik
Begitu standar satu dolar sehari ditetapkan (dan “dimasukan” ke dalam komputer), maka perkiraan tingkat kemiskinan global dan nasional memiliki landasan perhitungan aritmatik. Indikator kemiskinan diperhitungkan dalam suatu kebiasaan mekanik dengan asumsi awal satu dolar sehari.
Angka otoritatif dari Bank Dunia itulah yang sering dikutip semua orang–sehingga ada kesimpulan: 1,3 milyar orang di bawah garis kemiskinan. Tetapi, tak seorang pun terlihat ambil pusing memeriksa bagaimana Bank Dunia sampai pada hitungan tersebut.
Data tersebut kemudian ditabulasikan dalam tabel mengkilap (di majalah-majalah mewah) yang memberikan “ramalan” penurunan tingkat kemiskinan global pada abad ke-21. “Ramalan” Bank Dunia atas kemiskinan tersebut didasari atas sebuah asumsi rata-rata pertumbuhan pendapatan per kapita–
termasuk di dalamnya upaya menaik-nurunkan (merendahkan) tingkat kemiskinan. Benar-benar permainan angka saja!
Sesuai dengan “simulasi Bank Dunia”, angka kemiskinan di Cina menurun dari 20% (di tahun 1985) menjadi 2,9% (di tahun 2000). (5) Serupa dengan itu, tingkat kemiskinan di India–yang, menurut data resmi, lebih dari 80% dari populasinya memiliki pendapatan per kapita di bawah satu dolar per hari–dalam “Simulasi Bank Dunia” (yang membantah metodologi “satu dolar sehari”nya sendiri) diindikasikan adanya penurunan tingkat kemiskinan dari 55% (di tahun 1985) menjadi 25% (di tahun 2000). (6)
Semua pandangan tersebut–yang berakar dari asumsi satu dolar sehari–merupakan tautologi (ulangan yang tak berguna); yang benar-benar jauh dan bersih dari upaya untuk memeriksa dan mengamati kondisi nyata kehidupan. Cara tersebut tak perlu menganalisa pengeluaran rumah tangga atas makanan, perlindungan dan pelayanan sosial; tak perlu mengamati kondisi nyata di desa-desa (yang semakin miskin) dan kawasan kota-kota (yang semakin kumuh). Dalam pandangan Bank Dunia, “perkiraan” atas indikator kemiskinan hanyalah suatu latihan permainan angka belaka.
Tabel 1:
Indeks Kemiskinan Manusia Menurut UNDP
(Negeri-negeri Berkembang Tertentu)
Negeri
Tingkat Kemiskinan (Persentase Penduduk yang Berada di Bawah Garis Kemiskinan)
Trinidad and Tobago
(4,1)
Mexico
(10,9)
Thailand
(11,7)
Colombia
(10,7)
Philippines
(17,7)
Jordan
(10,9)
Nicaragua
(27,2)
Jamaica
(12,1)
Iraq
(30,7)
Rwanda
(37,9_
Papua New Guinea
(32,0)
Nigeria
(41,6)
Zimbabwe
(17,3)
Sumber: Human Development Report, 1997, tabel 1.1, halaman 21
Pandangan UNDP
Sementara Human Development Group, UNDP, di tahun sebelumnya telah menyuguhkan apa yang disebut International Community, yang menilai secara kritis isu-isu kunci perkembangan global, maka Human Development Report 1997 mencurahkan perhatian pada upaya untuk memberantas kemiskinan secara luas yang, sebenarnya, hanya lah membawa pandangan serupa seperti yang digembar-gemborkan oleh institusi Brettonwoods. Indeks Kemiskinan Manusia ala UNDP didasari pada “dimensi yang paling mendasar dalam perampasan terhadap kesejahteraan, yang menyebabkan kesempatan hidup yang pendek, minimnya pendidikan dasar, dan sulitnya akses terhadap sumber penghasilan pribadi dan umum.” (7)
Berdasarkan pada kriteris di atas, Human Development Report, UNDP, disuguhkan lah perkiraan atas kemiskinan manusia yang samasekali tidak konsisten dengan kenyataan tingkatan-negara. Indeks Kemiskinan Manusia untuk Kolombia, Mexico atau Thailand, contohnya, berkisar antara10-11 persen (lihat Tabel 1). Ukuran UNDP atas “kesuksesan” dalam pengurangan jumlah kemiskinan di Afrika Sub-Sahara, Timur Tengah dan India benar-benar ganjil bila disebandingkan dengan data tingkat-negara.
Perkiraan kemiskinan manusia yang diletakkan dalam gambaran UNDP bahkan lebih menyimpang dan menyesatkan ketimbang ukuran yang digambarkan Bank Dunia. Contohnya, hanya 10,9% penduduk Mexico yang digolongkan oleh UNDP sebagai penduduk “miskin”. Perkiraan tersebut menyangkal situasi (nyata) yang berhasil diteliti di Mexico sejak pertengahan 1980-an: kebangkrutan pelayanan sosial, pemiskinan kaum tani kecil, dan penurunan besar-nesaran dalam penghasilan hidup–yang dipicu oleh devaluasi mata uang secara berturut-turut. Studi OECD baru-baru ini meyakinkan tanpa ragu-ragu bahwa gelombang pasang kemiskinan di Mexico terjadi sejak penandatanganan perjanjian NATO. (8)
Standar Ganda
“Standard ganda” berlaku dalam pengukuran kemiskinan: kriteria satu dolar sehari dari Bank Dunia berlaku hanya bagi “negeri berkembang”. Baik Bank Dunia maupun UNDP gagal menjawab adanya kemiskinan di Eropa Barat dan Amerika Utara. Terlebih-lebih, kreteria satu dolar sehari bertentangan–terang-terangan–dengan metodologi yang sudah ajeg digunakan oleh pemerintahan Barat dan organisasi-organisasi antar-pemerintahan untuk menetapkan dan mengukur kemiskinan di “negeri-negeri berkembang”.
Di dunia Barat, metode untuk mengukur kemiskinan didasari pada tingkat minimum permintaan belanja rumah tangga–yang sesuai dengan pengeluaran pokok atas makanan, pakaian, perlindungan, kesehatan dan pendidikan. Di Amerika Serikat, contohnya, badan Social Security Administration (di tahun 1960-an) telah membuat sebuah “standard kemiskinan” yang terdiri dari “biaya minimum atas makanan yang memadai dikalikan dengan tiga demi memenuhi pengeluaran lainnya”. Penghitungan tersebut didasari atas sebuah kesepakatan yang luas di pemerintahan Amerika Serikat (AS). (9)
“Standard Kemiskinan” AS atas empat anggota keluarga (dua dewasa dan dua anak-anak) di tahun 1996 digolongkan sebesar $16,036. Angka tersebut, bila diartikan ke dalam pendapatan per kapita, menjadi sebesar $11 sehari (bandingkan dengan kriteria satu dolar sehari yang digunakan Bank Dunia terhadap negeri-negeri berkembang). Di tahun 1996, 13,1% penduduk AS dan 19,6% penduduk di ibukota-ibukota metropolitan berada di bawah standar kemiskinan. (10)
Baik UNDP maupun Bank Dunia tidak membandingkan tingkat kemiskinan antara negeri-negeri “sudah berkembang” dan “sedang berkembang”. Bila kedua karakter tersebut dibandingkan, maka karakter tersebut tak ragu lagi akan menjadi sumber “pendekatan ilmiah yang memalukan”–indikator kemiskinan yang ditampilkan oleh kedua organisasi yang melayani negeri-negeri Dunia Ketiga, dalam beberapa hal, menggolongkan tingkat kemiskinan di negeri-negeri Dunia Ketiga sama besarannya (atau bahkan di bawah) tingkat kemiskinan resmi yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga resmi di AS, Kanada dan Uni Eropa. Menurut Human Development Report yang sama di tahun 1997, Kanada, yang digembar-gemborkan sebagai “tanah perjanjian”, menempati ranking pertama di antara semua bangsa–17,4% populasinya berada di bawah standard kemiskinan (resmi); bandingkan dengan angka 10.9% untuk Mexico dan 4.1% untuk Trinidad/Tobago, yang didasarkan atas pendapatan per kapita 1 dolar sehari. (11)
Sebaliknya, jika metodologi Badan Sensus Amerika Serikat (berdasarkan pemenuhan biaya kebutuhan makanan-minimum) digunakan pada negeri-negeri sedang berkembang, maka sebagian besar penduduk tentu akan digolongkan “miskin”. Penggunaan “standar Barat” tersebut (dan definisinya) belum dianggap sebagai sebuah cara yang sistemik–misalnya, bila terjadi kebijakan deregulasi komoditas pasar, maka harga barang eceran kebutuhan dasar konsumen kemudian tidak dianggap menjadi lebih rendah ketimbang di AS atau Eropa Barat. Biaya hidup di sebagian besar kota-kota negeri Dunia Ketiga bahkan lebih tinggi ketimbang di AS.
Table 2
Kemiskinan di Negeri-negeri (tertentu) G7 (Berdasarkan Standar Nasional)
Negeri
Tingkat Kemiskinan (Persentase Penduduk yang Berada di Bawah Garis Kemiskinan)
Amerika Serikat (1996)*
(13.7)
Kanada (1995)**
(17.8)
Inggris (1993)***
(20.0)
Itali (1993)***
(17.0)
Jerman (1993)***
(13.0)
Prancis (1993)***
(17.0)
Sumber-Sumber:
* US Bureau of Census
** Centre for International Statistics, Canadian Council on Social Development
*** European Information Service
Terlebih-lebih, survei anggaran rumah tangga di beberapa negeri Amerika Latin menyarankan bahwa paling sedikit 60% penduduk di wilayah tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan kalori dan protein. Contoh lainnya, Di Peru, yang mengikuti Sponsor IMF, menurut data sensus rumah tangga tahun 1990, 83,5% tak mampu memenuhi kebutuhan kalori dan protein–paling minimimpun–setiap harinya. (12) Situasi umum yang berlaku di Afrika sub-Sahara dan Asia Selatan lebih serius lagi–mayoritas penduduk menderita kelaparan dan kekurangan gizi kronis.
Penyidikan kemiskinan oleh kedua organisasi tersebut mengambil data statistik resmi yang hanya memberikan penilaian di permukaan saja. “Pelatihan dasar yang resmi diberikan pemerintah”, yang diselenggarakan di Washington dan New York, ternyata hanya memberikan pandangan atau kesadaran yang sangat sedikit atas “apa yang sebenarnya sedang terjadi di lapangan”.
Laporan UNDP tahun 1997 menunjukan bahwa terjadi penurunan angka kematian anak di negeri-negeri (tertentu) Sub-Sahara sekitar sepertiga sampai setengahnya, meskipun terjadi kemerosotan dalam pengeluaran negara dan tingkat pendapatan nya. Bagaimanapun juga, banyak hal yang gagal dicantumkan: penutupan klinik-klinik kesehatan; kaum profesional kesehatan berhenti bekerja secara besar-besaran (tak jarang hanya diganti oleh tenaga sukarela kesehatan yang semi-melek huruf); dan semua ini bertanggung jawab atas pengumpulan data kematian anak yang seolah-olah angkanya menurun secara de facto–padahal karena tak tersedianya tenaga kesehatan yang mencatatnya. IMF-Bank Dunia–sponsor kebijakan reformasi ekonomi makro–juga bertanggung jawab terhadap kemerosotan pengumpulan data.
Semua itu merupakan kenyataan yang kerap dibantah dalam penelitian kemiskinan yang dilakukan Bank Dunia dan UNDP. Indikator kemiskinan (secara terang-terangan dan mencolok) salah dalam mengemukakan (kenyataan) kondisi di tingkat negeri, juga salah dalam mengemukakan gentingnya (kenyataan) kondisi kemiskinan di tingkat global. Bank Dunia dan UNDP bekerja dengan tujuan memberikan gambaran bahwa kaum miskin merupakan kelompok minoritas di dunia, hanya mewakili dari 20% dari seluruh penduduk dunia (1.3 milyar jiwa).
***
Keterangan:
1. Chossudovsky, Michael, How the World Bank and the UNDP Distort the Figures on Global Poverty, Global Policy Forum, Minggu Desember 20 – 31.
2. United nations Development Program, Human Development Report, 1997, New York, 1997, halaman 2.)
3. Sebagai sebuah tinjauan metodologi pengukuran angka kemiskinan, lihat Jan Drewnowski, The Level of Living Index, United Nations Institute for Social research and Development, Geneva, 1965; Lihat juga penelitinan yang luas atas standard awal/batas kemiskinan yang dikerjakan oleh Biro Sensus Amerika Serikat.
4. Lihat Bank Dunia, World Development Report, 1990, Washington DC, 1990.
5. Lihat World Development Report, 1997, tabel 9.2, bagian ke 9.
6. Ibid.
7. ibid, halaman 5.
8. Lihat Clement Trudel, Le Mexique subit le choc de I’internationalisation, Le Devoir, Montreal, March 28, 1998, halaman A4.
9. Lihat US Bureau of the Census, Current Population Reports, Series, halaman 60-198, Poverty in The United State: 1996, Washington, 1997.
10. Ibid, halaman 5.
11. Menurut definisi resmi dari Badan Statistik Kanada (1995). Untuk peringkat negeri yang didasarkan pada UNDP’s Human Development Index, lihat tabel 6, Human Development Report, 1997, hal.161.
12. Lihat Michael Chossudovsky, El Ajuste economico: El Peru Bajo el Dominio del FMI, Mosca Azul Editores, Lima, 1992, halaman 8.