Warga Urut Sewu, Perjuangan Petani Melawan TNI

Koran Pembebasan Edisi I Juli-Agustus 2011

Ganjar Krisdiyan[1], S.E.

Kasus yang paling banyak melibatkan tindakan kekerasan aparat keamanan/TNI terhadap masyarakat adalah kasus-kasus perampasan tanah. Rakyat yang tanahnya dirampas, baik yang dilakukan langsung oleh institusi militer, ataupun oleh swasta yang melibatkan aparat kemanan, menurut catatan Serikat Petani Indonesia, dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010, telah memakan korban di pihak petani sedikitnya 23 orang tewas dalam 183 kasus bentrok bersenjata dan menyeret 668 petani dipenjarakan/dikriminalkan. Di dalam 4 bulan pertama di tahun 2011 ini, eskalasinya semakin tinggi, paling tidak sudah 11 petani meninggal, 44 orang mengalami luka berat dan ringan, dan tujuh orang lainnya ditahan, jauh lebih tinggi dibandingkan jumlah korban meninggal sepanjang tahun lalu. Pada umumnya, rakyat yang tanahnya dirampas oleh TNI untuk kepentingan bisnisnya, atau untuk latihan perang atau lapangan terbang, membuat rakyat menjadi ketakutan dan cenderung membiarkan sehingga banyak kasus-kasus perampasan tanah yang dilakukan dibiarkan begitu saja, atau, kalaupun sudah diperjuangkan, sulit dimenangkan karena kaum tani gagal membuat penyatuan untuk memperjuangkan haknya.

Salah satu kasus yang perampasan tanah yang berani diperjuangkan rakyat meskipun harus berhadapan dengan moncong senjata adalah para petani di wilayah pesisir Urut Sewu, Kebumen Selatan.  Perjuangan para petani Urut Sewu tersebut telah memakan korban setidaknya 4 petani terkena luka tembak, 9 orang luka-luka terkena pukulan, dan 5 orang dikrimanalkan.

Tanah yang sudah ditempati masyarakat sejak 1832, awalnya dipinjam oleh TNI untuk latihan militer sejak tahun 1980, tanah yang dipinjam TNI tersebut sebenarnya hanya seluas 220 meter persegi, namun lama kelamaan terus meluas hingga 750 meter persegi. Bahkan khusus untuk tanah yang berlokasi di kecamatan Mirit, yang juga merupakan tanah rakyat, Pangdam V Diponegoro telah mengeluarkan ijin resmi bagi penambangan pasir besi yang telah ditolak oleh warga setempat.

Sejak tanah warga tersebut di jadikan area latihan militer, banyak kerugian yang sudah dialamai rakyat, diantaranya:

  1. Setiap kali digelar latihan TNI, banyak tanaman pertanian warga yang rusak. TNI juga membangun sejumlah fasilitas latihan militer yang memakan lahan pertanian milik warga.
  2. Selama latihan militer berlangsung tentu saja warga tidak bisa memasuki wilayah garapan mereka.
  3. Kawasan tersebut juga merupakan kawasan wisata, yang sebelumnya bisa dimanfaatkan warga untuk mendapatkan tambahan penghasilan desa dengan membuka lahan parkir, warung-warung,  tempat bermain anak, dll.  Namun sejak lahan tersebut dijadikan area latihan militer, TNI telah melarang warga membangun gapura untuk pemungutan retribusi bagi para wisatawan.
  4. Dan yang paling membahayakan adalah, ancaman jiwa yang sewaktu-waktu bisa menimpa warga, terbukti tanggal 22 Maret 1997, 5 bocah setempat usia SD tewas setelah mortir bekas latihan TNI, yang mereka temukan dan digunakan sebagai mainan, meledak.

Warga yang melakukan protes atas tindakan TNI tersebut, dibalas dengan tindakan sewenang-wenang. Tindakan tersebut terjadi ketika warga yang diorganisir oleh FPPKS (Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan) selesai melakukan ziarah kubur ke makam 5 bocah yang tewas pada 5 tahun lalu oleh mortir TNI. Namun sekitar 30 personel TNI tiba-tiba menyerang massa, mengejar mereka hingga memasuki wilayah permukiman, mencari beberapa warga yang dituduh melakukan perusakan fasilitas dan penghinaan terhadap TNI.

Selama pengejaran terhadap warga mereka melakukan pemukulan, pendobrakan rumah, dan melepaskan tembakan yang diakui sebagai peluru karet, namun dengan arah mendatar. Sweeping TNI berlangsung hingga malam, sembari mereka memunguti selongsong peluru dari wilayah permukiman.

Ancaman kekerasan yang selalu membayangi rakyat tersebut, terutama kaum tani dalam kasus-kasus sengketa lahan masih terus terjadi, hal ini tentu saja akan sulit diatasi jika TNI masih mengangkangi kehidupan sipil.


[1] Aktivis Partai Pembebasan Rakyat.

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *