Pernyataan Sikap
Kaum Buruh dan Rakyat Bersatu:
Selamatkan Demokrasi
Lawan Militerisme dan Sisa Orba
Bangun Kekuatan Politik Alternatif
Pemilu 2014 telah menyuguhkan watak sesuangguhnya dari semua kekuatan politik yang direpresentasikan oleh partai-partai politik peserta pemilu maupun elit-elit poliitknya: struktur kebijakan di bidang ekonomi dan politik yang telah dipersiapkan dan diberlakukan di era pemerintahan SBY-Boeediono yakni yang terus-menerus menerapkan model ekonomi neoliberalisme yang mengorbankan kepentingan hajat hidup rakyat demi keuntungan kaum modal serta pengesahan berbagai regulasi hukum yang terus-menerus mempersempit ruang demokrasi, yang secara otomatis akan memberikan legitimasi bagi negara untuk merepresi setiap gerakan perlawanan rakyat seperti UU intelejen, UU Penanganan Konflik Sosial, UU Ormas, UU Kamnas, dan lain-lain. Dan dari semua itu tak satupun mendapatkan keberatan dari politik-partai poltik peserta pemilu. Sehingga, bagi rakyat sudah jelas, kekuatan politik manapun dari hasil pemilu ini yang berkuasa, tidak akan ada yang memihak pada kepentingan mayoritas rakyat.
Menjelang Pilpres, selain Capres yang muncul (Jokowi dan Prabowo) merupakan representasi terbaik dari kepentingan ekonomi dan politik kaum modal dalam melanggengkan dominasi dan memperdalam eksploitasinya terhadap rakyat dan sumber daya alam, juga secara umum sikap yang ditunjukan oleh partai dan elit politiknya makin menelanjangi watak status quo. Terlihat, semua partai politik hanya sibuk mencari koalisi dengan berbasiskan semata-mata pada sejauh mana Calon Presiden yang akan didukung bisa menang, sejauh mana kepentingan-kepentingan dari masing-masing kelompok bisa saling terpenuhi, semata-mata bagi-bagi jabatan dan kekuasaan—termasuk saling menutupi dosa masing-masing—untuk kembali mendapatkan akses ekonomi, agar kembali punya kesempatan mengisi pundi-pundi.
Yang paling berbahaya dari hasil pemilu 2014 juga adalah munculnya figur Calon Presiden dari mantan militer yang memiliki jejak rekam pelanggaran HAM berat, yang menjadi salah satu aktor utama dari rezim Orde Baru dalam memberangus gerakan perlawanan rakyat, yang bertanggung jawab langsung atas penculikan dan penghilangan beberapa orang aktivis pada tahun 1998. Prabowo Subianto dan kendaraan politiknya, partai Gerindra. Bahkan, Prabowo dan Partai Gerindra sekarang telah bergandengan tangan, berkoalisi dengan kekuatan politik yang juga punya karakter reaksioner diantaranya PKS dan PPP. Dua nama terakhir ini juga punya jejak rekam yang destruktif terhadap demokrasi. Menguatnya kembali sisa Orba (baik yang masih utuh bercokol seperti militer dan Golkar maupun yang bertransformasi/berganti baju seperti Prabowo—Gerindra, Wiranto–Hanura, Surya Paloh- Nasdem) yang senada dengan partai-partai lainnya yang juga mengamini impunitas terhadap pelanggar HAM, permisif pada berbagai bentuk perampasan hak-hak ekonomi dan politik rakyat, mengamini wacana “politik kestabilan”, merupakan ancaman nyata bagi masa depan demokrasi, masa depan gerakan rakyat—ancaman nyata bagi masa depan perubahan yang lebih baik.
Penyebab utama menguatnya kembali kekuatan dan wacana stataus quo yang anti demokrasi adalah tidak lepas dari kekosongn akan persfektif dan alat politik alternatif di hadapan massa rakyat luas. Hal tersebut akibat puluhan tahun (32 tahun) era kekuasaan Orde Baru-Soeharto. Kekuasan yang didirikan dengan pembantaian ratusan ribu hingga jutaan manusia, yang bukan sekedar pembasmian terhadap “lawan politik”, tetapi juga pembasmian terhadap kekuatan politik massa rakyat (kaum buruh, tani, daan kelompok progresif lainnya) sebagai kekuatan alternatif bagi masa depan republik ini. Ditambah lagi, selama 32 tahun keuasaan Orde Baru – Soeharto, bukan hanya mempraktekkan represifitas secara fisik dengan penopang utama militer terhadap apa yang dianggap “berbeda” dengan kepentingan penguasa, juga represititas terhadap berbagai gagasan, fikiran, dan perspektif alternatif yang muncul—menghapus memori kolektif tentang apa itu kekuatan alternatif. Akibatnya, bukannya hanya ketiadaan alat atau kekuatan politik alternatif, akan tetapi generasi saat ini bahkan tidak punya punya “imaginasi” tentang tentang apa yang dinakan kekuatan alternatif.
Tugas bagi semua kelompok yang hingga hari ini masih setia terhadap cita-cita tentang Indonesia yang baru—tentang tanah air yang tanpa penindasan—untuk mewujudkan dan membangkitkan kembali kekuatan politik alternatif. Rakyat Indonesia punya sejarah uang panjang—sejak jaman kolonai—dalam mengembang dan membangkitkan persfektif dan kekuatan massa rakayat dalam melawan politik penjajah. Apalagi, potensi bagi kekuatan alternatif sebenarnya sudah ada: ratusan ribu hingga jutaan massa rakyat yang sudah terorganisir dan bergerak (buruh, tani dan kelompok lainnnya). Bukan di tangan tentara, bukan di tangan elit, bukan di tangan kaum modal, hanya pada kekuatan politik alternatif, kekuatan yang di bangun dari massa rakyat dari bawah, yang bisa mewujudkan demokrasi dan kesejahteraan yang sepenuh-penuhnya bagi mayoritas rakyat Indoensia.
Atas dasar hal tersebut di atas, maka dengan ini kami menyampaikan seruan dan tuntutan sebagai berikut:
- Lawan Kebangkitan Sisa ORBA Dan Militerisme .
- Tangkap, Adili Dan Hukum Penjahat HAM.
- Hapus Semua Raegulasi Anti Demokrasi.
- Demokrasi Seluas-Luasanya Untuk Seluruh Rakyat.
Hidup Rakyat!
Jakarta, 18 Mei 2014
PIMPINAN PUSAT
GABUNGAN SOLIDARITAS PERJUANGAN BURUH
(PP GSPB):
Sulaeman |
Ahmad Jejen |
Ketua Umum |
Sekretaris Umum |