Menolak Lupa KUDATULI 1996

Image


Oleh: Surya Anta*

27 Juli 1996, merupakan titik balik kekuasaan Orde Baru. Kemuakan dan kebenciaan rakyat terhadap rejim Soeharto semakin nyata setelah kejadian penyerangan ke kantor PDI tersebut. Segerombolan orang berbaju PDI dan berkepala plontos ini ternyata adalah tentara yang ditugaskan untuk menghancurkan  kantor PDI dan menyerang para aktivis dan tokoh yang memberikan solidaritas terhadap PDI Mega. Gerombolan berbaju merah berkepala plontos dengan ditutupi kain merah ini di bantu oleh polisi dan pasukan “loreng” (Tentara).

Perlawanan sengit terjadi. Karena kalah jumlah, kantor PDI pun dibakar oleh gerombolan berbaju merah itu. 4 anggota PDI mati. Tak sampai 3 jam, ribuan massa dari berbagai  penjuru tumpah ruah turut melawan gerombolan berbaju merah, polisi dan juga tentara. Jalan-jalan menuju jalan Diponegoro hancur diamuk massa yang sudah muak pada Soeharto, Orde Baru dan militerisme. Bentrokan antara massa melawan polisi dan tentara berlangsung  berjam-jam, bahkan hingga dini hari. Jakarta pun membara.

Setelahnya  tercatat 5 orang meninggal, puluhan orang hilang, ratusan luka dan ditangkapi.

27 Juli 1996, tonggak penting dalam sejarah melawan kediktaktoran Orde Baru. Setelahnya, rejim melimpahkan kesalahan pada sekelompok pemuda dan mahasiwa yang pada 22 Juli mendirikan Partai Rakyat Demokratik.

“PRD dalam kerusuhan 27 Juli 1996!”, itulah kampanye rejim Soeharto. Kelompok islam reaksioner, mengikuti irama politik rejim dengan meneriakan, “Darah anggota PRD, halal!”.

 Setelahnya, serempak berbagai kelompok-kelompok demokratik masuk dalam perjuangan bawah tanah (underground). Namun, tak sedikit dari kelompok demokratik tersebut yang turut menyalahkan PRD, karena keterlibatannya dalam orasi politik dan mimbar bebas di kantor PDI tersebut. Miris, memang, tapi itu lah kenyataan, dari miskinnya kesadaran demokratik. PRD dianggap, dalam bahasa Jawa, “Kemajon”, atau terlalu maju dalam metode perjuangannya. PRD hendak mengakumulasi kebenciaan rakyat terhadap rejim Soeharto dimana paling manifes berada dalam kubu PDI Megawati menjadi perlawanan yang nyata: menjatuhkan Soeharto.

Setelah 27 Juli 1996, banyak aktivis ditangkapi, organisasi pelopor rakyat seperti: SMID, PPBI, STN, Jaker, Serikat Rakyat, dianggap sebagai organisasi terlarang dan harus dibubarkan. Para pemimpinnya harus di-4B (diburu, dibui, dibuang, dan dibunuh).

Kasus 27 Juli 1996 dan PRD adalah 2 hal yang tak dapat dipisahkan satu dan lainnya. Meski kini, anggota PRD dan mantan anggota PRD menjadi caleg dari Partai Golkar, Hanura, PDIP, PKB bahkan Gerindra. Seperti salah satu contohnya ketua umum PRD, Agus Jabo Priyono yang pula menjadi anggota pimpinan dari Partai Gerindra, Partai yang didirikan oleh penculik dan pembunuh anggota-anggota PRD seperti: Herman Hendrawan, Suyat, Bimo Petrus dan  Widji Thukul. Namun, kasus 27 Juli 1996, adalah kasus kejahatan Hak Asasi Manusia, kasus pemberangusan demokrasi yang tengah tumbuh melawan kedikatoran rejim militeristik Soeharto.

Mungkin generasi muda yang lahir 20 tahun lalu, tak banyak mengenal kasus 27 Juli 1996. Namun, kita akan terus melawan lupa. Akan kita ingatkan kepada rakyat bahwa kasus 27 Juli 1996 didalangi oleh Soeharto, untuk dominasi kekuasaan Orde Baru dan Golkar khususnya.

Hari ini setahun sebelum pemilihan umum 2014, aktor-aktor yang terlibat dalam kasus 27 Juli 1996 (KUDATULI), bergentayangan dengan jubah yang baru: Prabowo dengan Partai Gerindra, Susilo Bambang Yudhoyono dengan Partai Demokrat, Wiranto dengan Partai Hanura, Sutiyoso dengan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

Namun, kita pun tak boleh lupa. Meski kelompok demokratik membela Megawati pada tahun 1996, akan tetapi setelah Megawati menjadi Wakil Presiden dan selanjutnya menjadi Presiden, Megawati tak pernah serius menuntaskan kasus 27 Juli. Padahal, tanpa dukungan kelompok demokratik, Megawati tentu akan digilas oleh dominasi kekuasaan Orde Baru.  Pun, sejak lengser, Megawati dan PDIP tak serius memperjuangkan kasus 27 Juli. Megawati memperlihatkan wajahnya yang tak berkomitmen pada perjuangan penegakan HAM, Demokrasi dan tak sungguh-sungguh melawan Orde Baru dan Militerisme, dan sudah pasti tak melawan Kapitalisme.

17 tahun sudah. Kita tak akan titipkan perjuangan melanjutkan demokrasi, memenangkan kesejahteraan dan merubah tatanan masyarakat pada para: penipu, pembunuh, dan penculik. Rakyat dan kaum muda harus terus disegarkan ingatannya pada kejahatan militerisme dan kapitalisme kroni Orde Baru. Karena kesegaran ingatan tersebut adalah syarat untuk terus mengembangkan kesadaran rakyat akan siapa musuh rakyat, siapa kawan rakyat, apa persoalan rakyat, apa jalan keluar rakyat dan bagaimana cara mengubahnya. Dengan begitu kita akan semakin dimudahkan dalam menapaki terus jalan mewujudkan Indonesia dan Dunia yang lebih baik.

Dalam kesempatan ini kami menuntut lagi dan lagi: Usut tuntas kasus 27 Juli 1996! Tangkap dan Adili Jenderal pelanggar HAM! Lawan Militerisme! Bubarkan Komando Teritorial! Kembalikan TNI ke Barak! Sita aset bisnis militer! Kembalikan kawan-kawan kami yang diculik!

 

*Juru Bicara Partai Pembebasan Rakyat

**Poster oleh Barra Pravda

 

Share

0 thoughts on “Menolak Lupa KUDATULI 1996

  1. 96 ane msh duduk d bangku sekolah dasar.trima kasih sudah membuka sejarah hingga mata ini trbuka untuk memilih siapa yg pantas memimpin negara nantinya.

  2. 96 ane msh duduk d bangku sekolah dasar.trima kasih sudah membuka sejarah,hingga mata ini trbuka untuk memilih siapa yg pantas memimpin negara nantinya.smoga ini bs jadi pertimbangan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *