LGBTIQ Bersatu: Dukung Mogok Nasional!

Image

 

 Oleh: Daniel Ariessandi*

 

 

Kondisi LGBTIQ di Indonesia

Dalam pembukaan UUD 1945 sudah dituliskan sejelasnya bahwa Kemerdekaan adalah HAK setiap Bangsa. Tetapi kenyataannya kemerdekaan itu hanyalah ilusi atau mimpi saat ini. Lebih dari 2 Juta  Lesbian, Gay, Transgender, Transeksual, Biseksual, Interseksual, dan Queer (LGBTIQ) di Indonesia, baik yang sudah menyatakan dirinya, yang memilih menutup dirinya, yang masih belum berdamai dengan identitas seksualnya atau lebih mudahnya masih mengutuki dirinya karena merasa berbeda, hidup dibawah ketakutan karena dikucilkan, diasingkan dan mendapatkan ancaman kekerasan seksual bahkan lebih jauh lagi, ancaman pembunuhan.

Kenapa hal ini terjadi? Semuanya karena budaya yang tidak setara dan masih dilanggengkan hingga saat ini, sehingga membentuk pola pikir masyarakat luas untuk tidak menghargai hak individu lainnya. Norma dan adat yang tidak demokratis bahwa laki-laki harus berpasangan dengan perempuan tanpa memperdulikan bahkan memberikan hak kepada individu lainnya untuk menentukan pilihan hidupnya sesuai orientasi seksualnya sudah sangat mendarah daging di dalam kehidupan masyarakat saat ini.

 Yang lebih parah lagi, doktrin dari agama yang semu, bahwa LGBTIQ itu adalah sebuah dosa dan hukumannya adalah maut. Di dalam agama apapun sudah pasti mengajarkan kasih kepada sesamanya tetapi lagi-lagi agama hanya dijadikan kedok untuk menghakimi sesamanya tanpa melihat nilai kemanusiannya atau hakikat hidup yang sebenarnya yaitu saling menghargai, saling mengasihi.

 Pemerintah kita yang seharusnya memberikan keadilan, perlindungan kepada warganya pun tidak bisa berbuat banyak terkait hak-hak minoritas ini. Produk hukum yang diciptakan seharusnya mengacu ke hukum diatasnya, namun kenyataannya justru berbanding terbalik, sangat tidak setara dan tidak demokratis sehingga semakin mendukung kebudayaan, norma dan adat serta pandangan dari beberapa pemeluk keagamaan yang menindas tersebut.

Tidak sedikit yang mengalami pelecehan seksual, kekerasan seksual bahkan pembunuhan dari mulai lingkungan terkecil, keluarga, hingga di sekolah, tempat kerja dan komunitas-komunitas lainnya. LGBTIQ juga mengalami diskriminasi/penyingkiran dalam mendapatkan pekerjaan yang layak dengan berbagai alasan, semisal kurangnya keahlian, dianggap aneh dan berbeda, sampah masyarakat dan lainnya.

Memang ada beberapa dari LGBTIQ yang saat ini hidup  diatas standar hidup layak, karena mereka memiliki keluarga yang mungkin memberikan fasilitas untuk mendapat pendidikan layak sehingga mereka memiliki keterampilan untuk mendapatkan pekerjaan di sektor formal. Hal ini pun juga tidak terlepas dari masalah utama yaitu kemerdekaan untuk menentukan hidup mereka dan kesetaraan.

Tidak sedikit diantara mereka yang menyembunyikan identitas seksualnya dari keluarga dengan alasan belum menerima kondisi ini sehingga menyebabkan hidup dibawah tekanan. Ada pula keluarga yang sudah menerima perbedaan ini, namun masih sangat sedikit jumlahnya.

Sebenarnya WHO sebagai badan kesehatan dunia sudah mengeluarkan pernyataan resmi terkait LGBTIQ ini bukan suatu sakit ataupun penyakit melainkan ragam dari orientasi seksual yang memang sehat. Tetapi pernyataan resmi dari WHO ini pun tidak bisa berbuat banyak untuk sebuah perubahan kehidupan yang lebih setara. Dari segi  hukum pun masih belum ada hingga saat ini yang memberikan perlindungan dan setara untuk kaum minoritas semisal legal pernikahan, adopsi anak untuk LGBTIQ dan lainnya.

Tidak sedikit pula yang saat ini hidup dari pekerjaan sektor informal yaitu sebagai pekerja seks. Ancaman berbagai penyakit yang bisa ditimbulkan dari pekerjaan ini hingga kematian tidak lagi menjadi persoalan utama. Bagi kaum LGBTIQ ini, bertahan hidup di tengah berbagai macam persoalan seperti mahalnya harga-harga kebutuhan pokok saat ini, adalah prioritas. Apalagi biaya pendidikan yang juga tidak murah, sulitnya mengakses fasilitas kesehatan yang layak dan masih banyak lagi yang kesemuanya itu seharusnya diberikan secara gratis tanpa syarat apapun oleh pemerintah yang baik terhadap warganya.

 

APEC dan Problem Rakyat

Penderitaan ini tidak hanya dirasakan oleh kaum minoritas saja (LGBTIQ). Namun juga seluruh rakyat miskin di Indonesia akan dibuat semakin tidak berdaya, menderita dan mati perlahan akibat ulah pemerintah kita.Kebijakan dan tindakan pemerintah hanya memperbesar keuntungan pengusaha, menjadi antek pengusaha yang baik, dan atau berbagi keuntungan diatas penderitaan rakyatnya.

Berbagai pertemuan besar yang sebenarnya adalah acaranya kelompok super kaya atau pengusaha besarpun digelar oleh pemerintah. Seperti yang terakhir diadakan di Bali baru-baru ini yaitu KTT APEC (Konferensi Tingkat Tinggi-Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik). Sejatinya pertemuan ini hanyalah membahas jalan keluar dari krisis ekonomi global bagi para pemilik modal besar (pengusaha) dan petinggi-petinggi negara adi kuasa dari belahan Eropa dan Amerika. Dan, jalan keluar dari krisis ekonomi tersebut sudah jelas yaitu eksploitasi sumber daya alam dan manusia untuk mendapatkan keuntungan lebih dan lebih.

 Indonesia adalah salah satu target mereka karena memiliki 2 hal tersebut. Tidak ada sedikit pun pembahasan dalam konferensi APEC tentang bagaimana rakyat bisa memperoleh kehidupan yang lebih setara dan sejahtera. Jelas, karena kepentingannya berbeda. Para pemilik modal besar berkepentingan untuk mendapatkan keuntungan lebih besar lagi dengan modal yang sekecil-kecilnya, sementara rakyat miskin sudah pasti ingin hidup lebih sejahtera. Dua kepentingan yang sangat amat berbeda tentunya.

Posisi pemerintah kita tentu saja berpihak ke pemilik modal yang sudah pasti memberikan keuntungan bagi korporasi internasional ketimbang memikirkan nasib rakyat miskin.

Berbagai perjanjian pun sudah tercipta dari pertemuan di atas. Sebagai contoh pemerintah Indonesia berkewajiban menjaga kondisi agar tetap aman sehingga modal para pengusaha bisa segera menghasilkan keuntungan. Namun ironisnya rakyat tidak dilibatkan dalam. Lagi, ini bukti demokrasi yang semu.

Isi dan hasil pertemuan KTT Asia ini saja sudah pasti rakyat tidak tahu. Berbagai produk undang-undang pun dilahirkan untuk memuluskan jalannya modal ini, seperti Penetapan Kawasan Ekonomi dan Industri Khusus yang artinya pemerintah akan menggunakan segala cara untuk mengamankan industri di kawasan ini bahkan melakukan tindakan keras melalui aparat militer terhadap rakyat yang ingin mengeluarkan pendapat melalui aksi/demo terkait kehidupan yang lebih layak dimana sudah menjadi hak rakyat, padahal aksi/demo untuk mengeluarkan pendapat ini dilindungi oleh undang-undang.

Sekali lagi kepentingannya berbeda, pengusaha dengan modal kecil tetapi ingin mendapatkan keuntungan yang sebesarnya dengan jalan menekan biaya produksi yaitu memberikan upah atau gaji kepada buruh seminimum mungkin. Hal ini didukung pemerintah dengan mengeluarkan Inpres No. 9 tahun 2013 tentang aturan Kenaikan Upah Minimum. Semakin menguatkan watak sesungguhnya dari pemerintah kita yaitu penindas rakyat. Sebenarnya karakter pemerintah ini sudah sejak lama. Satu contoh  ditanda tanganinya ACFTA (Asia China Free Trade Agreement) perjanjian perdagangan bebas Asia-China.

Pemerintah melegalkan sistem kerja Kontrak dan Outsourcing yang lagi-lagi sangat menguntungkan para pengusaha tetapi menindas rakyat yaitu buruh dan sangat tidak memanusiakan manusia. Sudah diperas tenaganya, memberikan keuntungan besar bagi pengusaha tetapi kesejahteraannya sangat minim. Untuk jaminan sosial pun pemerintah melepas tanggung jawabnya yang seharusnya sudah menjadi kewajibannya namun rakyat ditengah situasi yang serba sulit ini pun diharuskan membayar untuk mendapatkan fasilitas ini.

Sudah pasti rakyat miskin akan semakin menderita, dengan upah yang kecil, jauh dari standar hidup layak dan sehat, rakyat tidak bisa mencukupi biaya hidup yang serba mahal saat ini. Hanya satu hal yang bisa dilakukan rakyat miskin saat ini untuk merubah keadaan yaitu bersama-sama menuntut tanggung jawab pemerintah terhadap rakyat untuk memberikan kesejahteraan. Hal ini juga yang saat ini sedang dipersiapkan oleh kawan-kawan buruh untuk memperjuangkan hak rakyat terhadap pemerintah yaitumenuntut Kenaikan Upah 2014 sebesar minimal 50%, Hapus Sistem Kerja Kontrak dan Outsourcing serta Berikan Jaminan Sosial untuk Rakyat. Tuntutan ini diperjuangkan dengan cara mogok nasional yang akan dilakukan serentak seluruh Indonesia sebentar lagi yaitu  pada tanggal  28-30 Oktober 2013.

 

Mengapa LGBTIQ harus terlibat?

LGBTIQ adalah bagian dari rakyat tertindas saat ini, sama halnya dengan Buruh. Perjuangan untuk kesetaraan dan kesejahteraan ini memang akan panjang dan berat, tetapi bukan berarti mustahil. Begitupula perjuangan untuk kesejahteraan. Kehidupan yang sejahtera adalah, adil dan setara.

Oleh karena itu perjuangan kawan-kawan LGBTIQ untuk mendapatkan kesetaraan tidak terpisah dari perjuangan kawan-kawan buruh untuk kesejahteraan. Pada prinsipnya musuh kita sama yaitu pemerintah dengan sistem yang tidak adil dan setara. Butuh ratusan, ribuan bahkan jutaan orang yang harus terlibat dalam perjuangan ini agar apa yang menjadi cita-cita bisa tercapai.

 Oleh karena itu aku menyerukan untuk semua kawan-kawan LGBTIQ di seluruh Indonesia untuk, segera menggabungkan diri kedalam perjuangan “Mogok Nasional” bersama kawan-kawan Buruh, Tani dan barisan rakyat tertindas lainnya. Segera terlibat dalam konsolidasi-konsolidasi di daerah-daerah di seluruh Indonesia. Apabila ada daerah yang belum terbangun persatuan gerakannya, kawan-kawan LGBTIQ bisa berinisiatif membangun gerakan tersebut.

Salam Pembebasan dan Kesetaraan!

 

*Organizer LGBTIQ (People New Colour PNC-LGBT United)-Organizer FPPBI Federasi Persatuan Pergerakan Buruh Indonesia Kediri

** Poster: Nobodycorp Internationale Unltd

 

 

 

 

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *