Perlawanan Buruh, Mahasiswa dan Rakyat

Akar Peristiwa Revolusioner di Mesir

Pemberontakan rakyat Mesir adalah hasil dari pemogokan buruh dan protes mahasiswa selama bertahun-tahun—sekarang meledak dengan diilhami oleh gerakan rakyat Tunisia. (Mohammed Ezzeldin)

 

 Mohammed Ezzeldin adalah sarjana ilmu politik Universitas Kairo, dan sekarang sedang menyelesaikan gelar Master nya di Universitas Georgetown, Amerika Serikat.

 Transkrip 

 Paul Jay (PJ), Editor Senior The Real News Network (TRNN): selamat datang di TRNN. Aku, Paul Jay, di Washington. Rakyat di dunia sedang menyaksikan rakyat Mesir dan Tunisia sedang mengguncang fondasi-fondasi rejim Arab dan kebijakan Amerika Serikat (AS) di wilayah tersebut. Di antara orang yang menyaksikan kejadian-kejadian di Mesir, mungkin tak ada yang lebih fokus ketimbang orang-orang Mesir di luar negeri, terutama para mahasiswa seperti tamu di studio TRNN kita sekarang ini. Namanya Mohammed Ezzeldin. Dia adalah sarjana ilmu politik dari Universitas Kairo, dan sekarang sedang menyelesaikan gelar Master nya di Universitas Georgetown, Amerika Serikat. Terima kasih sudah mau datang ke studio kami.

 

MOHAMMED EZZELDIN (ME), aktivis dari Mesir: Terima kasih.

 PJ: Menurutku, pasti anda berharap anda sekarang sedang berada di Mesir.

 ME: Benar-benar suatu kejadian yang gemilang. Sebenarnya, aku berharap bisa ada di jalan-jalan Kairo. Aku baru saja datang, 10 hari yang lalu, untuk melanjutkan pelajaran di Washington DC, dan aku benar-benar tak percaya dengan apa yang kulihat di TV sejak Selasa. Inilah peristiwa yang selalu menjadi impianku, aku berusaha selalu berpartisipasi dan memberikan apa yang terbaik sebagai saksi peristiwa ini, impianku dan jutaan kaum muda Mesir. Dan, sekarang, impian tersebut hadir di hadapan kami.

 PJ: Apakah peristiwa tersebut mengejutkan anda? Maksudku, kau menyaksikan peristiwa serupa di Tunisia dan, anda tahu, semua orang berkata apakah hal tersebut juga akan terjadi di Mesir, karena rejim Mesir juga begitu menindas. Hal lainnya—penindasannya begitu kuat dan luas. Dan sesuatu yang gamblang. Memang ada pemilihan umum, sebagai wajah demokrasi. Apakah anda mengharapkan lebih dari itu?

 ME: Aku akan mengemukakan dua hal. Pertama, dilihat dari jumlahnya, dari keluasannya, dan dari tuntutan yang diajukannya, sangatlah radikal menantang rejim, sangat mengejutkan. Dalam hal…

 PJ (memotong): Terdengar teriakan “Mubarak, Mundur”.

 ME: Ya, ya, dari mulai orang-orang biasa, orang-orang awam, dan juga aktivis—yang bukan bagian dari oposisi politik atau sindikat—semua orang tumpah, berdatangan, dari segala penjuru kota, dan menuntut “Gulingkan Mubarak”. Benar-benar mengejutkan dan tak terpikirkan sebelumnya, paling tidak hingga hari Senin. Orang-orang menyerukan pemogokan besar, demonstrasi besar di Kairo pada tanggal 25 Januari, tapi tak seorang pun mengira akan sebesar ini. Tapi, apa yang membuat peristiwa tersebut benar-benar gemilang, sesungguhnya, adalah penolakan terhadap anggapan umum tentang rakyat Mesir, tentang oposisi Mesir, tentang demokrasi (akar rumput) yang sesungguhnya, tentang kemungkinan demokrasi tersebut bisa diwujudkan di Mesir, tak peduli dukungan Amerika kepada rejim, tak peduli gerakan oposisinya yang lemah—sebagaimana juga kelemahan partai-partai oposisi di Mesir. Jadi, itulah yang membuat peristiwa tersebut… (suaranya tak jelas).

 PJ: Lalu, bagaimana peristiwa tersebut bisa terjadi? Bagaimana menyimpulkannya?

 ME: Ya. Inilah poin kedua yang hendak aku jelaskan, bahwa peristiwa tersebut harus dimengerti sebagai akumulasi peristiwa-peristiwa sebelumnya. Ia tak datang seketika. Peristiwa tersebut merupakan manifestasi, perwujudan, tumpukan dari manifestasi gerakan berbagai oposisi, terutama tiga tahap oposisi terhadap rejim Mubarak, yang dimulai sejak 2004, 2005, saat gerakan Kefaya bangkit dengan mengusung slogan yang sangat terkenal—Mubarak tak boleh berkuasa lagi, kekuasaan tak boleh diwariskan pada anaknya, Gamal Mubarak. Dan, kemudian, gerakan tersebut memperoleh momentumnya pada tahun 2005, rakyat mendapatkan harapan baru akan adanya perubahan yang sesungguhnya. Setelah 2005, kami meyaksikan adanya pemogokan besar-besaran—yang melibatkan buruh, birokrat, termasuk orang-orang yang bekerja di lingkungan pemerintahan dan bisnis. Misalnya, di Mahalla, kota industri di delta, terjadi tiga pemogokan berturut-turut yang mendapatkan kemenangan, yakni pada tahun 2006, 2007 dan 2008.

 PJ: Pemogokan di tempat seperti apa?

 ME: Di satu tempat. Di kota.

 PJ: Maksud anda, penduduk kota melancarkan pemogokan.

 ME: Di kota dan di pabrik-pabrik. Yakni, di kota industri, yang banyak pabrik besar dan industri tekstil. Hampir 30.000 buruh bahu membahu melancarkan pemogokan. Jadi, bayangkan, 30.000 buruh melancarkan pemogokan dengan didukung oleh penduduk El-mahalla. Tiga kali mereka memenangkan pemogokan.

 PJ: Tahun berapa pemogokan-pemogokan berikutnya?

 ME: Tahun 2007 dan 2008.

 PJ: Apakah pemogokan-pemogokan tersebut ditindas polisi?

 ME: Pada tanggal 6 April, 2008, mereka dihadapi oleh penindasan polisi dengan kekuatan yang sangat besar dan brutal, layaknya perang jalanan. Namun peristiwa-peristiwa tersebut sesungguhnya memberikan harapan baru, terutama memberikan suatu kebudayaan baru, memberikan pengalaman baru bagi rakyat biasa dalam hal pemogokan. Jadi, sudah bisa diperkirakan kelanjutannya, hampir 800 pemogokan terjadi dalam 2 tahun, yang tak pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah orang-orang Mesir.

 PJ: itu terjadi dalam 2 tahun terakhir.

 ME: Tidak, dalam tahun 2008 dan 2009. Mudah-mudahan anda mengerti? Jadi, kami mengalami gerakan politik yang pertama tahun 2005, gerakan sosial, yang menyebar ke seluruh Mesir, dan di tahun 2008 menjadi pemogokan umum di Mahalla serta pemogokan buruh tekstil, yang menuntut diperbolehkannya mendirikan serikat buruh bebas/independen. Dalam kedua peristiwa tersebut, rakyat Mesir mulai menentang rejim—yang menarik, banyak perhatian ditujukan kepada apa yang akan dilakukan oleh rakyat, dan seberapa jauh kekuatan mereka. Gerakan-gerakan tersebut kemudian diikuti oleh gerakan pemuda pada tahun lalu, tahun 2010. Gerakan pemuda tersebut membesar setelah kematian Khaled Saeed, yang dibunuh secara brutal. Khaled Saeed, seorang pemuda, mahasiswa universitas di Alexandria, disiksa di jalanan dan dibunuh oleh inspektur polisi. Itu karena memang ada perintah membunuh dari polisi. Setelah pembunuhan Khaled Saeed pada bulan Juni, 2010, terjadilah gerakan oposisi yang massif, yang meilbatkan pemuda, yang sangat rentan terhadap pengangguran, yang sehari-hari menghadapi kekejaman polisi, dan yang merasa bahwa masa depan negeri adalah miliknya, negeri ini milik kami, namun kini negerinya telah dibajak oleh rejim penindas dan oleh figur-figur politik serta ekonomi yang menudukung rejim tersebut, sehingga tak memiliki masa depan yang baru. Demikian lah, kami mengalami tiga peristiwa yang mengawali apa yang terjadi sekarang. Dan, tentu saja, semua ini tak akan terjadi, sekali lagi, semua ini tak  akan terjadi, bila kami tidak mengambil hikmah dari revolusi rakyat Tunisia, yang benar-benar sudah menghancurkan hambatan berupa ketakutan, takut terlibat dalam demonstrasi, takut melanjutkan perjuangan, dan takut untuk bersikeras pada tuntutan. Dengan demikian, Tunisia, tentu saja, memainkan peran yang besar terhadap apa yang terjadi sekarang.

 JP: Seberapa penting kah peran media sosial? Anda tahu, dilihat dari penglihatan orang Barat, terdapat perasaan bahwa orang-orang Mesir sedang melakukan hal yang sia-sia namun, kemudian, di Tunisia berhasil, dan disebarluaskan oleh media sosial, sehingga terjadi juga di Mesir. Seperti anda pahami, telah terjadi tahun-tahun perkembangan yang baik. Namun, sejauh mana peran penting media sosial dalam perkembangan tersebut?

 ME: Ya, media sosial memainkan peran yang penting. Namun kita harus paham ada semacam perbedaan antara Mesir dan Tunisia. Rejim Mesir, kediktatoran Mesir, didukung, terutama, oleh bantuan Amerika dan disokong oleh rejim Amerika dan, tentu saja juga didukung Israel. Status geografis dan strategis Mesir di wilayah tersebut membuat rejim Mesir berbeda dengan rejim lain di sekitarnya, yang membuat misi dan tugas oposisi Mesir benar-benar sulit. Itu yang pertama.  Yang kedua…

 PJ (memotong): Sebagai tambahan, karena begitu kuatnya kepentingan barat, Mesir nampaknya merupakan pilar bagi kebijakan Amerika di wilayah tersebut.

 ME: Tentu. Tentu. Tentu. Penjelasan yang pertama tadi, bukanlah alasan menyepelekan atau merendahkan apa yang terjadi di Tunisia yang, di luar perkiraan, tak bisa diperhitungkan sebelumnya, merupakan sesuatu yang mengagumkan, seusatu yang agung. Namun, harus kukatakan, pertama, Mesir agak berbeda bila dilihat dari penduduknya, bila dilihat dari kepentingan strategis Amerika. Dan kedua, dalam hal media, media tentu saja memainkan peranan yang penting, karena, pertama, pemerintah sudah kehilangan legitimasinya sejak tahun 2005. Al Jazeera dan semua bloger serta website independen, Facebook, yang merupakan media sosial baru memainkan peranan signifikan sebagai jejaring sosial dan untuk menyerukan pemogokan. Sebagai contoh, pada tanggal 6 April, 2008, media sosial tersebut memainkan peran yang luar biasa mengagumkan. Dengan demikian, media sosial memainkan peran yang penting. Dan, sekarang, orang-orang, seperti juga kami, berharap bahwa apa yang terjadi di Tunisia akan berdampak pada rakyat Mesir, namun aku tak berperkiraan bahwa pengaruh tersebut—sebagaimana juga banyak orang tak berperkiraan bahwa pengaruh tersebut—akan terjadi dengan cepat, dengan cara yang kilat. Memang, media, terutama liputan kejadian-kejadian di Tunisia pada bulan lalu, memainkan peran utama dalam memberikan kesadaran bahwa potensi perubahan di Mesir bisa mendapatkan momentumnya.

 JP: Jadi, anda sekarang memiliki perasaaan bahwa gerakan buruh (serikat buruh) dan mahasiswa akan bangkit menjadi bentuk-bentuk organisasi yang lebih maju? Karena sekarang, nampaknya, seperti gerakan spontan saja.

 ME: Ya, sepenuhnya spontan. Gerakan oposisi yang memiliki legitimasi, legal, tak bisa mengaku-ngaku apa yang terjadi di jalan-jalan Kairo sebagai pekerjaaannya. Dan Al-Ikhwān (persaudaraan muslim), pada hari Selasa, menuduh kami tidak berpartisipasi padahal, sebenarnya, mereka lah yang tidak berpartisipasi aktif dalam apa yang terjadi pada hari Selasa. Bisa dimengerti? Peristiwa tersebut benar-benar memberikan insprirasi. Pertama, rakyat memiliki motivasi-motivasi spontannya. Mereka bergerak dengan dilandasi ketidakpuasan karena melonjaknya pengangguran, karena penderitaan ekonomi dan politik, karena kediktatoran, karena tekanan, karena penindasan polisi, dan itulah yang meraka lakukan. Mereka sudah bergerak. Mereka merasa tak akan kehilangan apapun. Rakyat sedang melakukan perubahan. Bisa kah dimengerti? Itu yang pertama. Mereka tidak dikonsolidasikan oleh pengaruh dan bantuan asing. Dalam hal dana perjuangan, dalam hal organisasi, lihat lah apa yang terjadi di Ukraina dan Eropa Timur, sebagai contoh, sangat lah berbeda. Rakyat Tunisia dan rakyat Mesir tidak lah mendapatkan dukungan dari luar. Semua anggapan umum yang disebarluaskan media Barat tentang potensi ancaman Islam dan semacamnya yang akan mengambil alih kekausaan tidak lah benar. Peristiwa tersebut tak kehilangan kredibilitasnya, karena rakyat sedang bergerak dan menantang rejim.

 JP: Jadi, dengan kata lain, bantuan sebesar 1,3 milyar dollar bukan digunakan untuk menghentikan ektrimis Islam. Tapi digunakan untuk menindas perlawanan rakyat.

 ME: Menurutku juga demikian. Selama hampir 30 tahun penindasan tersebut berlangsung.

 JP: Sangat berima kasih mau datang ke studio kami, The Real News Network.

 

 (Diterjemahkan Oleh Danial Indrakusuma)

Sumber: http://www.therealnews.com/t2/index.php option=com_content&task=view&id=31&Itemid=74&jumival=6185

*Diambil dari www.perburuhan.com

 

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *