Kenapa Kaum Tani Harus Mendukung Mogok Buruh?

Image

oleh : Johan Merdeka*

Sebuah konsolidasi gerakan buruh telah terbentuk beberapa waktu yang lalu di gedung juang, Jakarta. Konsolidasi yang dipersiapkan kurang dari 3 minggu ini berhasil mempersatukan KSPI, Sekber buruh, beberapa Federasi nasional seperti SBSI, SBSI 92, dan lainnya, aliansi-aliansi buruh daerah serta organisasi-organisasi non buruh. Suatu capaian yang positif, mengingat hingga hari ini gerakan tani belum bisa mempersatukan diri dalam konsolidasi secara nasional.

Konsolidasi Nasional Gerakan Buruh ini rencananya akan melakukan mogok nasional pada tanggal 28 – 30 Oktober 2013. Dengan 3 tuntutan utama: Naikkan upah minimal 50%, hapuskan sistem outsourcing dan jaminan sosial untuk rakyat.

Mogok nasional menjadi senjata kaum buruh yang paling efektif. Pada tahun sebelumnya mogok nasional dijalankan dengan terlebih dahulu melakukan gerebeg-gerebeg pabrik. Suatu pengalaman politik yang bisa ditarik pelajaran bagi perjuangan tani ke depannya.

2 pertanyaan terlintas dalam benak saya sebagai organiser tani. Pertama, apa yang harus dilakukan kaum tani dalam merespon pemogokan kaum buruh? Kedua, mengapa kaum tani harus bersikap?

Dari 2 pertanyaan tersebut saya sampai pada pertanyaan-pertanyaan selanjutnya, yakni: mengapa buruh menuntut 3 hal tersebut? Adakah irisan problematika kaum buruh dan tani? Apa urgensinya bersolidaritas terhadapa buruh bagi kaum tani?

Asal Muasal Keuntungan Kapitalis

Setelah saya menggali berbagai artikel, data, dan fakta di lapangan. Saya menemukan fakta mengerikan, yakni: pengusaha mendapatkan keuntungan yang begitu besar! Keuntungan tersebut di dapatkan dari upah kaum buruh yang kecil, lembur yang tak di bayar, status kerja yang tidak jelas, hingga tunjangan yang kecil atau bahkan tak dibayar. Pantas saja, tak membutuhkan waktu yang begitu lama bagi pengusaha untuk meningkatkan jumlah produksi barang dagangannya (komoditi), membuka anak perusahaan, atau bahkan membuka perusahaan baru dengan jenis produksi yang berbeda di tempat yang berbeda pula. Ternyata, nyawa bagi pengusaha untuk melipatgandakan modal dan keuntungannya adalah: kerja kaum buruh yang tak dibayar dengan layak. Singkatnya, penghisapan adalah nyawa bagi para pengusaha.

Dan untuk mendukung pelipatgandaan modal dan keuntungan tersebut, pengusaha tak segan-segan: menyogok pejabat, membayar pungli, menyewa aparat TNI dan Polisi, membayar preman, memberangus serikat pekerja (union busting) hingga menyuap Disnaker, Pengadilan Hubungan Industrial saat perselisihan terjadi antara buruh dan pengusaha.

Mengerikan memang kerakusan para kapitalis ini. Apapun akan kapitalis lakukan agar buruh tunduk, dan tak terjadi penurunan keuntungan kapitalis. Padahal seluruh cara tersebut kontradiktif bagi hajat hidup kapitalis dan kapitalisme itu sendiri. mengapa? Karena seluruh barang dagangan yang diperjual-belikan di pasaran, harus ada yang membeli. Kalau tidak dalam jangka panjang pengusaha akan merugi. Nah, bagaimana mungkin barang-barang tersebut akan dibeli jikalau harganya setinggi langit, sementara tak semua manusia di dunia ini adalah pengusaha. Sebagian besar manusia di muka bumi ini justru adalah buruh, petani, dan kaum miskin!

Baru-baru ini kompas membeberkan fakta bahwa 0,7% saja dari total penduduk dunia yang masuk kategori sangat kaya, dan hanya 7,7% yang merupakan bagian dari kategori kaya. Dan kedua golongan tersebut merupakan pemilik dari 83,3% kekayaan dunia. Sementara 68,7% atau 3,2 miliar orang di dunia ini berpendapatan jauh dibawah 100 Juta. Tentu kaum buruh dan kaum tani masuk dalam kategori yang terakhir. Ketimpangan yang Ironis!

Persoalan Kaum Tani

Mari kita lihat secara singkat problematika kaum tani. Problematika kaum tani tak bisa dipisahkan antara problem hari ini dan warisan problem masa lampau.

Problem masa lampau antara lain: tanah berpetak-petak di beberapa tempat di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Alat kerja yang tradisional. Sistem pertanian yang tradisional. Pasar tradisional. Manajemen yang buruk. Problem masa lampau ini berakibat pada rendahnya industrialisasi pertanian hingga saat ini.

Problem hari ini antara lain: Pertama, liberalisasi perdagangan yang merupakan turunan dari kesepakatan bersama dalam agrement on agriculture dalam World Trade Organization (WTO). Liberalisasi perdagangan ini membuat kebijakan impor pangan terjadi secara besar-besaran. Menghancurkan produk pertanian, perikanan dan peternakan dalam negeri yang kalah bersaing karena problem masa lampau: rendahnya tenaga produktif pertanian, perikanan dan peternakan. Sehingga mengakibatkan problem kedua, semakin rendahnya produksi pertanian dalam negeri, baik karena dianggap tidak menguntungkan. Tidak sedikit diantara kaum tani yang bermigrasi dari pedesaan ke perkotaan untuk menjadi buruh. Ataupun juga, di sebabkan oleh perampasan tanah yang masif dilakukan oleh kapitalis perkebunan dan kapitalis pertambangan.

Problem kaun tani sedikit banyak memiliki kaitan dengan problem kaum buruh. Selain, di berbagai tempat kaum tani juga berhadap-hadapan dengan pengusaha akibat dari perampasan tanah dan impor bahan pangan. Tak sedikit diantara kaum buruh merupakan anak-anak kaum tani yang harus bermigrasi ke perkotaan demi kehidupan yang lebih baik, karena tak lagi punya tanah dipedesaan dan atau industri pertanian yang tak berkembang, tak menjanjikan bagi hidup yang layak.

Selain itu, kaum tani dan buruh sama-sama tak mampu mendapatkan syarat hidup yang layak. Dengan upah Rp. 900.000 di Demak, ataupun Rp 2.020.000 di DKI Jakarta, dan pendapatan tak tentu bagi kaum tani, terlebih kalau gagal panen kaum tani tercekik tengkulak. Kedua-duanya sama-sama tak bisa membeli makanan yang sehat, pendidikan yang layak untuk anaknya, kesehatan yang baik, perumahan yang bersih dan sehat, ataupun energi dan transportasi yang mahal.

Tak hanya soal kesejahteraan. Kaum tani dan kaum buruh sama-sama menghadapi serangan balik dari perusahaan dan negara dengan derajat yang berbeda-beda. Di kalangan tani, represifitas begitu tinggi terjadi. Peluru polisi dan tentara, hantaman sangkur, atau sabetan golok preman bayaran harus dihadapai ketika kaum tani tengah mempertahan hal yang paling mendasar bagi mereka: Tanah! Begitu pula di buruh, aksi-aksi gerebeg pabrik harus dihadapai oleh preman yang diperintah oleh bos-bos limbah. Dan bos-bos limbah ini mendapatkan sokongan dana dari Apindo, dan legitimasi dan pembiaran dari pihak kepolisian dan TNI. Represifitas polisi di kawasan sudah mulai terjadi. Tentu dengan pembenaran bahwa aksi-aksi kaum buruh mengganggu aset vital. Aneh, yang mana yang lebih vital manusianya (buruh) ataukah kawasan pabrik? Tak akan menjadi apa-apa kawasan pabrik beserta mesin dan barang mentahnya tanpa kaum buruh. Seperti yang dikatakan Widji Thukul, semuanya hanyalah “rumah-rumah hantu dan rongsokan tak bertulang”.

Semakin jelas, kaum buruh dan tani, memiliki persoalan yang mendesak: kesejahteraan dan demokrasi yang semakin sempit. Dan persoalan kesejahteraan ini adalah problem daya beli yang rendah, syarat-syarat produktif yang dilumpukan, kebutuhan pokok yang begitu mahal, dan masa depan yang tak jelas.

Dan problem yang sama ini bukannya tanpa aktor. Bukannya tanpa musuh yang sama. Ada musuh yang sama, baik dalam aspek merajelalanya impor, upah rendah, sistem kerja yang tak jelas, masa depan yang suram, ataupun perampasan tanah. Aktornya sama: kapitalis dan pemerintah. begitu pula dalam soal demokrasi: Militerisme dan Premanisme.

Maka, ketika, kaum buruh akan melakukan pemogokan nasional, kaum tani harus mendukungnya. Karena kita melawan musuh yang sama, memperjuangkan cita-cita kehidupan yang lebih baik. Namun, tak sekedar itu, memberikan solidaritas kepada kelas tertindas lainnya, akan melatih kaum tani itu sendiri menyadari arti penting dari persatuan, dan arti penting dari memenangkan perjuangan.

Apa Yang Harus Dilakukan Oleh Kaum Tani?

Berbagai pengalaman politik kaum tani diberbagai daerah menunjukkan keragaman metode. Namun, berbeda dengan gerakan kaum buruh. Gerakan kaum tani masih bergerak sendiri-sendiri dengan cara yang sporadik. Kita harus mengambil pelajaran dari gerakan buruh bagaimana melakukan aksi mogok yang terencana dan serentak secara nasional.

Paling tidak ada 2 pengalaman yang bisa dijadikan bahan tentang apa yang sebaiknya dilakukan oleh kaum tani pada saat mogok nasional nanti. Pertama, pengalaman aksi pendudukan bandara Polonia yang dilakukan oleh Komite Tani Menggugat di Medan Sumatera Utara. Kedua, pengalaman pemblokiran tol oleh Serikat Petani Karawang (SEPETAK). Kedua aksi tersebut memberikan kerugian bagi kapitalis. Dan lebih jauh menguntungkan buruh.

Semakin banyak komponen diluar serikat buruh yang melakukan aksi, memblokir jalan, menduduki terminal, menduduki bandara pada hari yang sama. Tidak hanya membuat rejim kelimpungan. Namun juga mengurangi represifitas terhadap mogok nasional buruh itu sendiri. karena, rejim terpaksa memecah kekuatannya guna mengamankan berbagai tempat.

Dan ketika tidak hanya kaum tani yang melakukannya. Aksi serupa dilakukan oleh seluruh komponen rakyat tertindas lainnya. Maka, pemogokan nasional ke depan tidak hanya pemogokan buruh, akan tetapi, bertransformasi menjadi: pemogokan umum!

Ayo, mari kita bersama-sama mensukseskan mogok nasional pada tanggal 28 -30 oktober 2013. Rakyat bersatu tak bisa dikalahkan. El Pueblo Unido Hamas Serra Vencido!

*Johan merdeka adalah Organiser Tani Di Sumatera Utara dan Kader Partai Pembebasan Rakyat (PPR)

Share

One thought on “Kenapa Kaum Tani Harus Mendukung Mogok Buruh?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *