Bebaskan Somyot Pruksakasemsuk

Aktivis Buruh dan Demokrasi Thailand*

Oleh: Sukanya Pruksakasemsuk

Lahir pada 20 September 1961, Somyot Pruksakasemsuk, delapan bersaudara, yang berasal dari keluarga China-Thailand, telah tercatat memiliki minat terhadap politik sejak muda. Di Sekolah Menengah Pertama, ia bersama dengan kakaknya terlibat dalam demonstrasi 14 Oktober 1976 untuk memperjuangkan demokrasi. Peristiwa tersebut menanamkan benih demokrasi di dalam dirinya yang terus menjaga kerinduannya terhadap keadilan sosial tetap menyala.

Tiga tahun kemudian, selama pemberontakan 6 Oktober 1979, Somyot yang masih seorang siswa sekolah menengah di Debsirin, terlibat dalam kegiatan politik secara penuh bersama teman-temannya di Sekolah Tinggi Teknik. Kemudian pada tahun 1981, Somyot yang meneruskan studinya di Universitas Ramkhamhaeng, mulai memasuki dunia aktivis mahasiswa dan bergabung bersama kelompok mahasiswa yang mempelajari isu-isu perburuhan. Saat itulah Somyot mulai mendedikasikan dirinya untuk memperjuangkan keadilan dan hak-hak asasi manusia. Somyot yang kemudian bergabung dengan kelompok Seree Tham, tanpa lelah melakukan pengorganisasian buruh pabrik dan komunitas akar-rumput, untuk membangkitkan kesadaran mereka akan kebebasan, demokrasi, dan hak-haknya sebagai warga negara. Saat itu juga, selain mengorganisir, Somyot mulai produktif menulis.Somyot adalah salahsatu aktivis serikat buruh terdahulu di Thailand yang berusaha untuk mendorong agar buruh berserikat, menyelenggarakan pelatihan hukum, membentuk camp aktivis serikat buruh, dan mengorganisir demonstrasi untuk menantang penguasa otoriter.

Ia sangat aktif di sebuah kawasan industri bernama Phra Pra Daeng yang berada di propinsi Samut Prakan, di sana terdapat serikat buruh garmen Thailand, serikat buruh tekstil, serikat buruh Thai Kriang, Serikat Buruh Pipat, Serikat Buruh Century, Serikat Buruh Metro, dlsbnya, kebanyakan dari serikat buruh tersebut merupakan sektor industri tekstil, garmen, juga industri logam dan baja.

Pada tahun 1984, Somyot kemudian bergabung dengan Union for Civil Liberties (UCL) sebagai staf dan relawan bagi perjuangan hak-hak buruh. Saat itu, UCL memfokuskan kerja-kerjanya di area industri Om Noi dan Om Yai, sebuah area industri dimana buruh-buruhnya menerima upah dan tunjangan yang lebih rendah dibandingkan dengan buruh Thailand pada umumnya, sebagai lokasi utama untuk melakukan pelatihan hukum perburuhan, menyiapkan klinik perburuhan, serta memberikan dukungan bagi persatuan dan pembentukan serikat.

Dua tahun kemudian, Somyot bergabung dengan Young Christian Worker (YCW), dan mulai bekerja penuh waktu. YCW merupakan LSM yang menyokong organisasi bagi pekerja muda yang baru masuk. Pada kesempatan inilah, Somyot bisa melihat dan merasakan secara langsung bagaimana buruh muda ini menjalankan kehidupannya, untuk kemudian bersama-sama dengan mereka belajar dan menyusun strategi agar mendapatkan penghasilan yang lebih baik. YCW merupakan NGO dengan jaringan luas hingga ke Asia, Eropa dan Amerika. Anggotanya tersebar di pabrik-pabrik Phra Pra Daeng dan Bang Pli, Samut Prakan, dan Ransit, Pathumthani. Sebagai staf dan kemudian menjadi koordinator YCW, Somyot memiliki peran yang penting dalam kampanye UU Jaminan Sosial, mendorong setiap buruh untuk berorganisasi dan pentingnya pendidikan dalam serikat buruh.

Tahun 1991, setelah peralihan kekuasaan dari tangan Pemerintahan sipil yang dipimpin Perdana Menteri Jendral Chartchai Chunhawan ke tangan National Peace Keeping Council (NPKC), Somyot dan rekan-rekannya mengawali sebuah program Pelatihan, Pendokumentasian dan Pengumpulan Informasi Perburuhan. Melalui dukungan dari teman-temannya program ini kemudian berkembang menjadi sebuah lembaga pusat informasi dan pelatihan buruh, bernama Center for Labour Information Service and Training (CLIST), yang memiliki tujuan antara lain menyediakan pelatihan untuk menumbuhkan kesadaran buruh atas hak-haknya; mendukung pembentukan serikat untuk memperkuat daya tawar sehingga buruh bisa menuntut perusahaan untuk bertanggungjawab terhadap kondisi kerja yang mereka alami, dan meningkatkan kualitas hidupnya; mendorong demokratisasi serikat buruh; mempromosikan keterlibatan dan kepemimpinan perempuan, termasuk pembentukan serikat buruh perempuan; mendorong amandemen hukum perburuhan agar lebih berpihak kepada buruh; menyediakan materi dan pelatihan pendidikan bagi serikat buruh.

Untuk itu, CLIST menyelenggarakan beragam aktivitas mulai dari pendidikan dan pelatihan untuk mengajak buruh berserikat, mendorong hukum perburuhan yang berpihak kepada buruh, menyediakan bantuan hukum, hingga mempublikasikan terbitan berkala untuk buruh (yang diedit sendiri oleh Somyot).

Sekarang, telah lebih dari satu dekade Somyot berjuang bersama buruh dan berhasil meraih berbagai tuntutan. Wujud nyata kesuksesan mereka adalah dengan adanya undang-undang jaminan sosial di Thailand, cuti hamil hingga 90 hari bagi para buruh perempuan, dan kenaikan tunjangan anak buruh. Selain itu, Somyot bersama CLIST juga berpartisipasi dalam aksi-aksi solidaritas gerakan buruh seperti dalam kasus serikat buruh Kader, serikat buruh Thai-Belgium, serikat buruh Eden Group, yang kemudian berhasil mendapatkan kenaikan upah di atas ketentuan hukum. Di bawah kepemimpinan Somyot, CLIST juga terus memberikan dukungan intensif dalam gerakan kebebasan perempuan, melalui pembentukan serikat buruh perempuan seperti Women Workers for Freedom Group, Chemical Workers Unions Alliance (CWUA), serta aliansi serikat demokratis, Alliance of Democratic Trade Unions (ADTU). Walaupun setelah 16 tahun (1991–2007) berdiri, CLIST terpaksa menghentikan semua aktivitasnya karena masalah keuangan.

Somyot juga telah menerbitkan beberapa tulisan perburuhan dan politik, antara lain Jaminan Sosial bagi Pengangguran: Jaminan bagi para buruh yang sedang atau menunggu dipekerjakan; Serikat Buruh: Hakekat dan Nilai; Negosisasi dan Daya Tawar Kolektif; Membuka tabir Thaksin; Di Bawah Kekuasaan Setan.

Inspirasi Somyot untuk bekerja dalam isu perburuhan muncul dari refleksinya saat ia bekerja di pabrik mobil Volvo. Somyot memilih untuk menjadi buruh agar ia bisa menyerap secara langsung kesulitan-kesulitan yang dialami buruh. Refleksi pengalamannya tersebut kemudian dituangkan menjadi sebuah manual (buku panduan) tentang bagaimana menyusun strategi untuk memperjuangkan tuntutan. Manual yang disajikan secara ringan dan lugas tersebut juga membantu buruh dalam memahami kondisi eksploitatif dan pencurian-pencurian nilai ekonomi yang mereka alami selama ini.

Ditutupnya CLIST membuat Somyot beralih pada jurnalisme. Somyot memang mempunyai ketertarikan tersendiri akan dunia jurnalisme yang telah membawanya menjadi editor di Siam Parithat (“Siam Review”).

Setelah kudeta 19 September 2006, Somyot bergabung dengan gerakan yang menjadi oposisi dari pelaku kudeta, Council for Democratic Reform (CDR). Somyot kemudian bergabung dengan National United Front of Democracy Against Dictatorship yang berkembang menjadi United Front for Democracy Against Dictatorship (UDD) dimana kemudian Somyot menjadi bagian kedua presidum anggota utama.

Meskipun aktif memobilisasi gerakan menentang kudeta 19 September, Somyot juga membentuk kelompok “24 Juni untuk Demokrasi” pada awal Juni 2007, bertepatan dengan perayaan 75 tahun Demokrasi Thailand. Sasaran utama kelompok ini adalah: (1) Menyebarluaskan informasi dan menanamkan semangat demokrasi kepada masyarakat luas, (2) Memobilisasi masyarakat untuk bergerak melawan segala bentuk kediktatoran, (3) Bekerjasama dengan semua elemen organisasi masyarakat sipil baik itu di dalam maupun di luar negeri untuk mendorong tatanan masyarakat yang lebih demokratis untuk mewujudkan keadilan, kebebasan dan kesetaraan dan hak asasi manusia.

Meskipun Somyot memegang peranan penting di presidium kedua UDD, pada Mei 2007 Somyot memutuskan untuk meninggalkan perannya dan menolak menjadi pemimpin UDD, semenjak itu Somyot tidak lagi terlibat dengan aktivitas apapun yang dilakukan UDD.

24 Mei 2010, ketika melaporkan penekanan yang dialami dirinya sendiri kepada Divisi Kejahatan Penekanan (Crime Suppression Division), Somyot justru menerima surat penahanan. Bersama dengan Suthachai Yimprasert, Asisten Profesor dari Universitas Chulalongkorn, Somyot ditahan karena dianggap melanggar Bab 11 (1) Surat Keputusan Darurat Pemerintah B.E. 2548 (2005) yang mengatur perihal “pemberitahuan atas pemberian kekuasaan kepada aparat pemerintahan yang ditunjuk untuk melakukan penangkapan dan penahanan kepada siapapun yang diduga menyebabkan situasi darurat, menghasut, melakukan penyebaran informasi, atau mendukungnya dengan menyembunyikan informasi yang berkaitan dengan segala tindakan yang dapat mengakibatkan negara berada dalam keadaan darurat.”

Ketika ditahan melalui Surat Keputusan darurat, Somyot merupakan editor majalah “Voice of Taksin” atau “Voice of the Downtrodden” (“Suara Taksin” atau “Suara yang Tertindas”). Somyot bercita-cita membuat majalah tersebut menjadi penyambung lidah kelas bawah, mereka yang suaranya tidak pernah terdengar dalam masyarakat, sehingga mereka dapat menyampaikan perasaan dan kebutuhan mereka. Selama ini, praktek jurnalisme Somyot memang selalu diarahkan pada penggambaran yang jujur atas isu-isu politik, ekonomi, dan sosial.

12 Juni 2010, untuk ketiga kalinya Pengadilan telah menolak tuntutan yang dilayangkan oleh Pusat Resolusi Keadaan Darurat (Center for Resolution of Emergency Situation-CRES) yang berusaha untuk memperpanjang masa penahanan Somyot, dan Pengadilan memutuskan bahwa tidak ada lagi alasan untuk menahan Somyot karena kerusuhan telah mereda, karena itu Somyot sudah seharusnya dibebaskan.

8 Maret 2012

Sukanya Pruksakasemsuk adalah penulis lepas, tinggal di Thailand

Berikanlah dukungan anda dengan mengirimkan surat kepada Pemerintah Thailand, dengan membuka link berikut: http://freesomyot.wordpress.com/2012/02/06/send-in-your-letter-of-support-to-somyot/

Atau mengirimkan surat dukungan Anda kepada Somyot melalui link berikut: http://www.facebook.com/notes/free-somyot/post-your-letter-of-solidarity-care-concern-and-love-to-somyot-via-this-mailing-/255982061154762

*diambil dari http://lembagainformasiperburuhansedane.blogspot.com/2012/04/bebaskan-somyot-pruksakasemsuk-aktivis.html#!/2012/04/bebaskan-somyot-pruksakasemsuk-aktivis.html

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *